Aku Juga Mencintaimu, Terimakasih


Alkisah hiduplah seorang pemuda bernama Syamsul Bachri. Ia tinggal di tepi sebuah danau indah, danau Maninjau namanya. Pemuda yang beranjak dewasa ini telah lama jatuh hati pada seorang gadis rupawan bernama Siti Nurbaya. Sesungguhnya mereka telah lama saling mengenal. Sejak kecil mereka berdua telah bermain bersama.
Maninjau telah menjadi tempat paling melankolis bagi Bachri selama masa remajanya. Namun Maninjau juga menjadi tempat yang paling menyedihkan baginya. Siti adalah representasinya tentang cinta. Memang Siti yang cantik jelita ini baik hati dan perhatian sekali pada Bachri. Kemana-mana mereka selalu bersama. Ke Pasar Senayan di hari Senin, Pasar Raba'a di hari Rabu, Akae'di hari Kamis, Jumek di hari Jumat, dan kesekolah pun mereka berangkat dan pulang bersama. Namun hati manusia siapa tahu. Hati Siti sangatlah misterius bagi Bachri. Selama ini yang tampak, Siti hanya menganggap Bachri tak lebih dari sekedar kawan. Ia tampak tak peduli pada hati rapuh pria berhati bocah ini. Bachri pun tak kuasa menyatakan cintanya pada Siti. Keberanian itu, yang selalu dikumpulkan pada malam hari di biliknya, selalu menguap tiap kali berhadapan dengan Siti. Menguap oleh hangatnya senyuman Siti, bak embun yang naik di waktu Duha, atau lelah yang sirna saat kita terjaga.
Kecantikan Siti ini kiranya menggema ke sekeliling danau. Berita ini sampai juga di daun telinga seorang tua kaya raya bernama Datuk Maringgih. Datuk yang baru kehilangan isteri tuanya ini, ingin melengkapi lagi isteri-isterinya sehingga kembali genap empat. Ia teringat akan uangnya yang lama telah dipinjam dan tak terkembalikan oleh ayah Siti. Segeralah ia berangkat ke rumah Siti untuk menagih hutang dan memastikan sendiri legenda kecantikan Siti. Mendapati ia betapa cantiknya Siti ini, bersegera ia melamar gadis itu dan sebagai gantinya hutang-hutang ayah Siti berikut bunga-bunganya diputihkan. Tadinya Siti tak berkenan disita begitu saja namun apa daya, ayahnya memang sudah tak mampu lagi melunasi hutang-hutang sebanyak itu. Ayahnya sudah tua renta yang sakit-sakitan dan ibunya telah lama tiada.
Tibalah hari pernikahan sang datuk yang berumur hampir 3/4 abad dengan gadis yang lebih pantas disebut cucunya itu. Bachri hanya mampu menelan kepedihan itu. Di malam pertama, Siti menolak untuk melayani nafkah batin Datuk. Datuk pun naik pitam dan menampar Siti. Siti meninggal karena itu dan tentu itu membuat Bachri makin hancur mendengar kabarnya.
Sebulan berselang terdengar kabar Datuk menikahi gadis lain. Bachri menyempatkan singgah ke rumah Almarhumah Siti. Ayah Siti memberinya sebuah buku catatan harian yang dititipkan Siti agar diberikan pada Bachri sebelum hari pernikahannya. Bachri begitu terkejut membaca buku itu karena disitu Siti menuliskan seluruh isi hatinya yang sebenarnya. Ternyata selama ini Siti memendam perasaan yang sama pada Bachri. Sedihnya Bachri mengetahui hal ini dan ia begitu marah mendengar bahwa ternyata Datuk sendirilah yang membunuh Siti, karena kabar yang ia dengar sebelumnya, Siti jatuh terpeleset di kamar mandi.
Berhambur keluar Bachri menuju rumah sang Datuk. Setelah berhasil melumpuhkan penjaga-penjaga rumah, Bachri segera menemui Datuk yang bersembunyi di dalam rumah. Terjadi perkelahian yang sengit antar mereka. Orang tua itu berhasil menikam punggung Bachri namun sejurus kemudian Bachri berhasil merobek perut musuhnya dengan parang. Setelah mati Datuk Maringgih di tangannya, Bachri segera berlari ketepian danau dan bersandar pada sebatang pohon. Darah hangat mengalir deras keluar dari punggungnya.  Disaat dingin mulai memeluk tubuhnya, sesosok wanita cantik jelita menghampiri. Ia berpakaian bak anak daro dengan baju kurung dan bermahkotakan suntiang emas yang megah . Sungguh mempelai wanita yang elok tak terkatakan. Semakin dekat semakin teranglah siapa wanita itu gerangan. Ternyata itu Siti. Bukan malaikat maut. Siti tersenyum dan meraih tangan Bachri.
" Bila engkau dan aku diterima di surgaNya, engkaulah yang pertama kan ku cari dan aku miliki. Aku tak ingin gagal lagi seperti di dunia ini, Engkaulah bidadari yang ku butuh untuk menemani ku di sana. Karena engkaulah yang ku cintai selama ini", berkata Bachri.
Sambil tersenyum Siti Nurbaya menjawab, " Aku juga mencintaimu, terima kasih" Lalu keduanya menghilang dibalik halimun.

Komentar

Postingan Populer