Pulau Kecil tanpa Mobil




Facebook sudah menjadi media promosi yang paling efektif dan efisien. Efektif karena sebagian besar manusia moderen memiliki akun facebook. Sebagian besar dari pemilik akun ini, terutama remaja, sudi menghabiskan sebagian besar masa produktifnya untuk memantau pergerakan status teman-temannya. Persis kelakuan broker memantau valuasi indeks harga saham di bursa. Komen sana komen sini, buka aib sendiri, atau sekadar berkeluh kesah di wall, persis kelakuan penganut Yahudi meratap di tembok ratapan.
Sementara itu, media sosial ini juga sangat efisien untuk promosi, karena tentu saja, gratis. Facebook telah menjadi alat promosi gratisan oleh agen-agen perjalanan dan rekreasi. Icha menemukan tawaran paket perjalanan ke Pulau Bira dua hari satu malam ini dari Facebook. Rp300 ribu se-orang dan anda akan mendapatkan akomodasi berupa transportasi, makan, penginapan ber-AC, alat snorkeling, dan senyuman. Namun, untuk menikmati paket ini kami harus membentuk rombongan paling sedikit delapan orang. Kurang dari itu sebenarnya tak apa, tetapi bayaran per rombongan tetap dihitung delapan orang.
Tidak terasa, kami sudah mulai melihat gugusan pulau-pulau kecil yang berdekatan satu sama lain. Dolphin segera bersandar di dermaga Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Seribu, Pramuka. Setelah menurunkan penumpang di sana, Dolphin meluncur ke Pulau Harapan. Dua jam sebelum tengah hari, Dolphin buang sauh di pulau dimana penginapan kami berada. Pulau Harapan adalah pulau kecil tanpa mobil. Tidak ada jalan yang mengakomodir lalu mobil dua arah. Penduduk setempat lebih senang berkendara motor, sepeda, dan pastinya perahu serta kapal.
Rumah-rumah penduduk memadati seisi pulau di pisahkan jalan-jalan setapak. Ajakan mencegah global warning tidak sekedar wacana disini. Warganya menanam bibit bakau di pekarangan rumah. Ada lahan sedikit ditempati gerombolah anak bakau ditanam di pasir dalam plastik-plastik asoy. Bila sudah siap, mereka akan dipindahkan ke pantai untuk melanjutkan tugas orang tua mereka mencegah abrasi. Tidak hanya pemandangan alamnya, kepeduliam lingkungan penduduknya tidak kalah menawan. Saya suka pulau ini.
Usai makan siang dengan ikan kembung goreng, kami segera berkemas dan langsung menaiki kapal kecil bermotor menuju Pulau Kayu Angin. Di pulau kecil itu kami diberi arahan oleh snorkel master mengenai teknik snorkeling dan bagaimana caranya memakai snorkel, sepatu katak (fin), dan jaket pelampung. Yakin kami telah mengerti, sang master mengajak kami ke snorkeling spot pertama di perairan Pulau Genteng Besar. Snorkel telah terpasang dan jaket telah terpakai, tinggal mengenakan fin dan saya yang pertama terjun ke air. Air lautnya asin, tentu saja. Jernih juga, sehingga membuat kami dapat melihat karang-karang dan warga bawah laut yang sedang beraktivitas. Tak perlu sebenarnya kami turun ke air karena dari atas kapal saja sudah jelas.
Snorkeling spot ini kira-kira berkedalaman dua hingga tiga meter. Saya bersusah payah mengontrol pergerakan tubuh karena ternyata memakai jaket pelampung itu menyebalkan. Belum lagi fin yang sulit diayunkan. Tidak ada masalah serius dengan snorkel saya, kecuali kaca goggle nya yang mudah berembun. Sudah saya tiup kencang-kencang air yang masuk dengan hidung sesuai arahan sang master, tetapi tidak ada perubahan. Dengan goggle, snorkel, fin, dan jaket pelampung, saya terpuruk. Ingin sekali melepas semuanya, lalu berenang dan menyelam bebas di lautan, tetapi itu bukan snorkeling namanya. Saya harus bisa!
Puas terombang-ambing jaket pelampung, kami dibawa ke sebuah pulau kecil tak berpenghuni, itulah Pulau Bira Kecil. Pasir putih dan air jernih, ini baru pantai! Beberapa dari kami ada yang berfoto-foto atau sekedar berleyeh-leyeh di atas pasir. Sementara itu, saya dan Fijar asik berduaan dan bercanda di pantai bagai sedang berbulan madu, syahdu sekali. Meski saya ingin sampai sore, tetapi master malah mengajak kami ke snorkeling spot berikutnya dekat Pulau Macan. Semangat sekali dia.
Disana, saya mulai terbiasa dan bisa mengendalikan peralatan ini. Saya juga mulai menikmati pemandangan bawah laut yang memukau. Disini kedalamannya lebih bervariasi, bahkan ada dasar yang saking dalamnya, gelap gulita. Bila mendapatkan saya mengapung di atas kegelapan, saya langsung kecipak-kecipuk bergeser ke koral. Terumbu karang di bawah sana juga lebih atraktif ketimbang snorkeling spot sebelumnya. Ikan badut timbul tenggelam di balik anemon. Keindahan yang menjebak, karena salah-salah bisa menginjak bulu babi yang bisa membuat perih, campur gatal, tambah nyilu di kaki. Satu-satunya obat adalah dikencingi oleh teman-teman. Waspadalah !
Kawan-kawan yang lain juga sudah mulai menikmati. Andre dan Icha bahkan sudah meluncur kesana-kemari tanpa jaket pelampung. Saya ingin juga mencoba melepas jaket sialan ini, tetapi tiba-tiba kepala saya sakit, mata berkunang-kunang, dan perut terasa mual. Dapat dipastikan saya mabuk.
Akhirnya sore itu perahu kembali ke Pulau Harapan, saya langsung berlari ke penginapan, dan muntah sejadi-jadinya. Dengan kepala pening, saya pun tertidur dan tidak peduli lagi dengan liburan ini. Fijar membangunkan saya untuk mandi agar kami bisa makan malam. Malam ini menunya ikan asap.
Saya semakin tidak bisa menikmati pulau ini karena malam ini ada pertandingan semi final Sea Games cabang sepak bola yang mempertemukan Garuda Muda, panggilan akrab untuk timnas Indonesia dan timnas Vietnam. Vietnam harus mengakui keunggulan Garuda Muda dan menyerah 2-0. Saya pun akhirnya harus menyerah dengan mabuk ini, karena meskipun sudah mandi dan makan, saya muntah lagi. Air kamar mandi yang asin benar-benar memperparah keadaan. Setiap saya berkumur dengan air payau itu, jackpot!

Komentar

Postingan Populer